Dialog ini berdasarkan cerpen saya sendiri, mari dibaca dulu disini. Semoga bermanfaat :D
Malam ini masih dalam suasana ramadhan, Hanis sedang berbuka bersama dengan teman osis di sekolah. Malam ini, dimana semua bintang terlihat jelas, dia terhenti sejenak saat melihat gemericik air dikolam dekat tempatnya berdiri, pantulan cahaya bulan tampak diair, cahaya remang-remang lampu sekolah, membuat cahaya bulan terlihat jelas.
Hanis : (bergerak menuju kolam dan duduk diatas jembatan sambil mencelupkan
kaki ke air kolam)
Bita : “Mbak Han” (berteriak dan menghampiriku)
Hanis : “Hai Bit, sini duduk” (sambil memegang jembatan disebelahnya)
Bita : “Kolam itu berwarna hijau dan
terkesan jorok, tapi kau malah mencelupkan kakimu?”
Hanis : “Air ini terasa dingin
mengenai kaki ku, ditambah dinginnya angin malam yang menembus bajuku”
Bita : “Waah benar juga, disini aku
merasa segar”
Hanis : “Hari ini sangat panas, namun
akhirnya seluruh tubuh ini terasa segar, setelah sekian lama tubuh ini merasa
panas sekali akibat memakai kerudung” (sambil
mengibaskan baju)
Bita : “Berkerudung memang panas ya,
tapi sebenarnya kita wajib berkerudung”
Hanis : “Coba celupkan kakimu ke
kolam pasti terasa lebih segar”
Bita : “Oke”
Hanis memang
tidak terbiasa berkerudung, apalagi dia tergolong orang yang banyak bergerak
dan tidak perduli dengan penampilan. Meski seringkali dia merasa berdosa karena
memperlihatkan auratku.
Bita : “Ke ruang osis yuk, lama-lama
disini dingin juga”
Hanis : “Oke” (sambil berjalan ke ruang osis)
Hanis dan
Bita meninggalkan jembatan itu dan berjalan menuju ruang osis.
Hanis : “Aku ingin berkerudung.”
Bita : “Aku juga”
Haykal : “Menutup aurat itu wajib teman teman”
Nadia : “Kalau
begitu tunggu apa lagi, ayo aku ajari berkerudung” (mengambil kerudung)
Setelah
beberapa menit diajari cara memakai kerudung dengan benar dan rapi, aku semakin
ingin berkerudung.
Hanis : “Bit, kapan kau akan
berkerudung”
Bita : “Aku tidak tahu”
Hanis : “Bagaimana kalau tanggal 4
Agustus?”
Bita : “Benar juga, itu kan tepat
waktu halal bihalal jadi lebih special”
Hanis : “Oke, janji lo yaa”
Bita : “Iyaa”
Akhirnya tanggal
4, saat itu ada acara halal bihalal di sekolah, karena memperingati selelsainya
Hari Raya Idul Fitri. Hari
pertama untuk Hanis berkerudung, begitu juga Bita. Tak semudah bayangan mereka.
Banyak komentar yang muncul saat Hanis berkerudung, dia sempat malu. Berapa
saat setelah itu Hanis bertemu dengan Pak Bambang, salah satu guru di sekolahnya.
Pak Bambang : “Selamat ya, kalo sudah berkerudung,
berkerudung terus lo ya.., jangan sampai dilepas. Terus kalo bisa, kerudungan
itu jangan di sekolah aja, tapi di rumah juga. Tapi, semua itu tergantung
niatnya.”
Hanis : “Baik pak”
Hari pertama
telah dia lalui, banyak tanggapan dari taman-temannya.
Teman 1: “Wah, Hanis tobat”
Teman 2 :“Dapat hidayah apa nis?”
Teman 3 :“Selamat ya..” (sapaan beberapa temanku)
Hari demi
hari telah dia lewati, banyak sekali komentar-komentar miring dari
teman-temannya.
Murid 1 : “Kamu tidak cocok berkerudung Hanis,
jadi bagaimanapun itu kamu tetap terihat aneh”
Murid 2 : “Lagian kamu kalo kerudungan itu juga
nggak rapi, lepas aja kerudungmu, kamu lebih cocok tidak berkerudung”
Sebenarnya
mereka adalah satah satu dari sekian banyak orang yang berbicara seperti itu, Hampir
semuanya tentang kerudung yang tidak rapi dan sisanya tentang wajahnya yang
terlihat aneh. Namun dia rasa kritikan itu bisa membangun.
Saat hari
sabtu dia bertemu dengan seorang guru di sekolah.
Guru : “Kerudungan macam apa ini? Tidak rapi
begini?”
Hanis : “Ini seni bu”
Guru : “Seni kok kayak gini, rambutnya itu
banyak yang keluar, dirapikan lagi ya”
Hanis : “Iya bu”
Keesokan
harinya Hanis berusaha memakai kerudungku lebih rapi lagi, namun sayang,
kerudungnya tetap saja tidak rapi. Saat itu sedang dikelas 9G.
Hanis : “Apa aku lepas kerudung saja ya?”
Hana : “Kenapa begitu?”
Hanis : “Aku merasa aneh saat berkerudung,
aku merasa panas sekali, dan aku merasa malas dengan kritikan-kritikan mereka.
Lagipula aku juga tidak bisa berkerudung dengan rapi.”
Hana : “Yang namanya orang berbuat baik itu
pasti ada cobaannya, dihadapi saja, lama-lama kamu juga akan terbiasa” (sambil duduk disampingku)
Ariffa : “Kalau kamu merasa panas, anggap saja
itu dosamu selama ini dibakar Allah, lagipula panasnya dunia masih kalah panas
dengan panasnya api neraka”
Hana : “Apa anehnya berkerudung, justru kamu
akan terlihat lebih cantik saat menutup auratmu, niatkan semuanya dalam hati.
Soal kritikan, biarkan saja mereka berbicara sesuka hatinya.”
Hanis : “Tapi aku merasa bosan dengan kritikan-kritikan
itu” perkataan ku.
Ariffa : “Buat apa kamu mempedulikan
kritikan-kritikan itu, lagi pula orang yang mengkritik itu belum tentu lebih
baik dari kamu”
Hana : “Ingat Nis, innallaha maasshobiriin, Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang sabar.”
Hanis : “Terima kasih sarannya
teman-teman, sejak ini aku jadi
tau makna berkerudung dengan benar” (sambil
meninggalkan kelas 9G)
Sampai pada
suatu hari saat Hanis membuka twitter, dia membaca sebuah kalimat yang bisa
membuatnya termotivasi.
“Kalau ada yang membenci kamu, itu
perkara biasa, karena hidup ini bukan untuk membahagiakan semua orang, tetapi
untuk mentaati perintah tuhan.”
Setelah
kejadian itu, Hanis merasa lebih percaya diri berkerudung. Kumpulan kritikan
itu dia jadikan saran yang membangun, dia tidak membencinya. Dia berterima
kasih kepada semua orang yang mengkritiknya. Hanis juga sudah mulai terbiasa
dengan panasnya matahari. Dengan berkerudung dia lebih dihargai orang,
khususnya orang yang tidak dia kenal. Kini setiap masalah dia hadapi dengan
sabar dan berserah diri kepada Allah. Belajar dari pengalaman sebelumnya.
Seperti Hanis, tubuh nihil yang berkerudung. Tubuh nihil adalah sebutan baginya
karena sering kali dia merasa nihil dalam kehidupannya, namun setelah
berkerudung dia merasa bahwa kehidupannya lebih berguna.
0 komentar:
Posting Komentar