Rabu, 25 Februari 2015

MENGUBAH CERPEN MENJADI DIALOG

Dialog ini berdasarkan cerpen saya sendiri, mari dibaca dulu disini. Semoga bermanfaat :D

Malam ini masih dalam suasana ramadhan, Hanis sedang berbuka bersama dengan teman osis di sekolah. Malam ini, dimana semua bintang terlihat jelas, dia terhenti sejenak saat melihat gemericik air dikolam dekat tempatnya berdiri, pantulan cahaya bulan tampak diair, cahaya remang-remang lampu sekolah, membuat cahaya bulan terlihat jelas.



Hanis : (bergerak menuju kolam dan duduk diatas jembatan sambil mencelupkan kaki ke air kolam)
Bita : “Mbak Han” (berteriak dan menghampiriku)
Hanis : “Hai Bit, sini duduk” (sambil memegang jembatan disebelahnya)
Bita : “Kolam itu berwarna hijau dan terkesan jorok, tapi kau malah mencelupkan kakimu?”
Hanis : “Air ini terasa dingin mengenai kaki ku, ditambah dinginnya angin malam yang menembus bajuku”
Bita : “Waah benar juga, disini aku merasa segar”
Hanis : “Hari ini sangat panas, namun akhirnya seluruh tubuh ini terasa segar, setelah sekian lama tubuh ini merasa panas sekali akibat memakai kerudung” (sambil mengibaskan baju)
Bita : “Berkerudung memang panas ya, tapi sebenarnya kita wajib berkerudung”
Hanis : “Coba celupkan kakimu ke kolam pasti terasa lebih segar”
Bita : “Oke”
Hanis memang tidak terbiasa berkerudung, apalagi dia tergolong orang yang banyak bergerak dan tidak perduli dengan penampilan. Meski seringkali dia merasa berdosa karena memperlihatkan auratku.
Bita : “Ke ruang osis yuk, lama-lama disini dingin juga”
Hanis : “Oke” (sambil berjalan ke ruang osis)
Hanis dan Bita meninggalkan jembatan itu dan berjalan menuju ruang osis.
Hanis : “Aku ingin berkerudung.”
Bita : “Aku juga”
Haykal : “Menutup aurat itu wajib teman teman”
Nadia : “Kalau begitu tunggu apa lagi, ayo aku ajari berkerudung” (mengambil kerudung)
Setelah beberapa menit diajari cara memakai kerudung dengan benar dan rapi, aku semakin ingin berkerudung.
Hanis : “Bit, kapan kau akan berkerudung”
Bita : “Aku tidak tahu”
Hanis : “Bagaimana kalau tanggal 4 Agustus?”
Bita : “Benar juga, itu kan tepat waktu halal bihalal jadi lebih special”
Hanis : “Oke, janji lo yaa”
Bita : “Iyaa”
Akhirnya tanggal 4, saat itu ada acara halal bihalal di sekolah, karena memperingati selelsainya Hari Raya Idul Fitri. Hari pertama untuk Hanis berkerudung, begitu juga Bita. Tak semudah bayangan mereka. Banyak komentar yang muncul saat Hanis berkerudung, dia sempat malu. Berapa saat setelah itu Hanis bertemu dengan Pak Bambang, salah satu guru di sekolahnya.
Pak Bambang : “Selamat ya, kalo sudah berkerudung, berkerudung terus lo ya.., jangan sampai dilepas. Terus kalo bisa, kerudungan itu jangan di sekolah aja, tapi di rumah juga. Tapi, semua itu tergantung niatnya.”
Hanis : “Baik pak”
Hari pertama telah dia lalui, banyak tanggapan dari taman-temannya.
Teman 1: “Wah, Hanis tobat”
Teman 2 :“Dapat hidayah apa nis?”
Teman 3 :“Selamat ya..” (sapaan beberapa temanku)
Hari demi hari telah dia lewati, banyak sekali komentar-komentar miring dari teman-temannya.
Murid 1 : “Kamu tidak cocok berkerudung Hanis, jadi bagaimanapun itu kamu tetap terihat aneh”
Murid 2 : “Lagian kamu kalo kerudungan itu juga nggak rapi, lepas aja kerudungmu, kamu lebih cocok tidak berkerudung”
Sebenarnya mereka adalah satah satu dari sekian banyak orang yang berbicara seperti itu, Hampir semuanya tentang kerudung yang tidak rapi dan sisanya tentang wajahnya yang terlihat aneh. Namun dia rasa kritikan itu bisa membangun.
Saat hari sabtu dia bertemu dengan seorang guru di sekolah.
Guru : “Kerudungan macam apa ini? Tidak rapi begini?”
Hanis : “Ini seni bu”
Guru : “Seni kok kayak gini, rambutnya itu banyak yang keluar, dirapikan lagi ya”
Hanis : “Iya bu”
Keesokan harinya Hanis berusaha memakai kerudungku lebih rapi lagi, namun sayang, kerudungnya tetap saja tidak rapi. Saat itu sedang dikelas 9G.
Hanis : “Apa aku lepas kerudung saja ya?”
Hana : “Kenapa begitu?”
Hanis : “Aku merasa aneh saat berkerudung, aku merasa panas sekali, dan aku merasa malas dengan kritikan-kritikan mereka. Lagipula aku juga tidak bisa berkerudung dengan rapi.”
Hana : “Yang namanya orang berbuat baik itu pasti ada cobaannya, dihadapi saja, lama-lama kamu juga akan terbiasa” (sambil duduk disampingku)
Ariffa : “Kalau kamu merasa panas, anggap saja itu dosamu selama ini dibakar Allah, lagipula panasnya dunia masih kalah panas dengan panasnya api neraka”
Hana : “Apa anehnya berkerudung, justru kamu akan terlihat lebih cantik saat menutup auratmu, niatkan semuanya dalam hati. Soal kritikan, biarkan saja mereka berbicara sesuka hatinya.”
Hanis : “Tapi aku merasa bosan dengan kritikan-kritikan itu” perkataan ku.
Ariffa : “Buat apa kamu mempedulikan kritikan-kritikan itu, lagi pula orang yang mengkritik itu belum tentu lebih baik dari kamu”
Hana : “Ingat Nis, innallaha maasshobiriin, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang sabar.”
Hanis : “Terima kasih sarannya teman-teman, sejak ini aku jadi tau makna berkerudung dengan benar” (sambil meninggalkan kelas 9G)
Sampai pada suatu hari saat Hanis membuka twitter, dia membaca sebuah kalimat yang bisa membuatnya termotivasi.
“Kalau ada yang membenci kamu, itu perkara biasa, karena hidup ini bukan untuk membahagiakan semua orang, tetapi untuk mentaati perintah tuhan.”
Setelah kejadian itu, Hanis merasa lebih percaya diri berkerudung. Kumpulan kritikan itu dia jadikan saran yang membangun, dia tidak membencinya. Dia berterima kasih kepada semua orang yang mengkritiknya. Hanis juga sudah mulai terbiasa dengan panasnya matahari. Dengan berkerudung dia lebih dihargai orang, khususnya orang yang tidak dia kenal. Kini setiap masalah dia hadapi dengan sabar dan berserah diri kepada Allah. Belajar dari pengalaman sebelumnya. Seperti Hanis, tubuh nihil yang berkerudung. Tubuh nihil adalah sebutan baginya karena sering kali dia merasa nihil dalam kehidupannya, namun setelah berkerudung dia merasa bahwa kehidupannya lebih berguna.


0 komentar:

Posting Komentar